- Oleh :Mukhlis Aminullah
Pemerhati Sepakbola / Kontributor Bireuen
KABARDAILY.COM | OPINI – Perhelatan cabang sepakbola PON 2024 berakhir Rabu malam (18/9/2024) di Stadion Harapan Bangsa, Banda Aceh. Jawa Timur dibawah asuhan Coach Fakhri Husaini, meraih medali emas setelah di final mengalahkan Jawa Barat dengan skor 1-0 lewat gol Rano Jutati menit ke 72. Jawa Barat harus puas mendapatkan medali perak.
Sebelumnya pada perebutan tempat ketiga di tempat yang sama, Rabu sore (18/9/2024) Aceh berhasil meraih juara 3 dan mendapatkan medali perunggu setelah berhasil mengalahkan Kalsel 2-1.
Perjalanan tim Aceh hingga ke semifinal PON bukanlah perjuangan yang mudah. Terlepas dari kontroversi di laga perempat final saat melawan Sulteng, hal itu bukanlah sebuah justifikasi bahwa Aceh merupakan tim yang biasa-biasa saja.
Tudingan miring saat lawan Sulteng dibantu wasit, itu hanya catatan bahwa perjuangan panjang anak-anak tidaklah mudah. Ibarat dalam perjalanan dengan sebuah bis, ada ban yang bocor sebelum sampai tujuan, merupakan sebuah keniscayaan. Yang pasti, Stadion Harapan Bangsa jadi saksi bisu anak-anak muda Aceh mendapatkan medali perunggu.
Dibawah asuhan Coach Rasiman, 24 pemain digembleng keras untuk sampai ke semifinal. Mereka terdiri dari M.Safrizal, M.Furqan Agustianda, M.Ghazi Alghifari, Irza Ahmad Dian, Tifatul Ulfi, Hercules, M.Ghifari, Sultan Syah Jihan, Herdiansyah, Refianshah, Resi Wahyudi, Zyan Al Hariz, Akmil Syahrandi, Akmal Juanda, Haikal Khalil, M.Nur Mahyuddin, Muhammad Haikal, Rahmat, Bati Alfarishi, M.Rajulul Fazzari, Muhammad Farhan, Farhan Alhadi, Muhammad Mufaddhal dan Albajili.
Semua pemain ini berasal dari berbagai Kabupaten/Kota di Aceh. Dua nama terakhir, Muhammad Mufaddhal dan Albajili, merupakan putra terbaik Kecamatan Gandapura Kabupaten Bireuen. Keberadaan mereka berdua dalam skuad PON Aceh merupakan pembuktian bahwa Gandapura masih merupakan salah satu tempat lahirnya pesepakbola. Mereka meneruskan kejayaan Nurdin (Lebanon), Zainal Abidin, M.Yusuf dkk yang sempat menjadi bagian dari PSSB Bireuen jadi runner up Soeratin Cup Nasional tahun akhir 80-an dan awal 90-an.
Muhammad Mufaddhal
Muhammad Mufaddhal, putra bungsu Ismail Adam dan Salma ini terlahir bukan dari keluarga sepakbola. Baik dari keluarga ayahnya, begitupun dari pihak ibunya. Namun entah dari mana bermula, ia sejak balita sudah suka sepakbola. Saat kecil, jersey AC Milan bahkan terbawa sampai ke ranjang tidur, selain bola sepak versi anak-anak. Menyadari hal itu, ayahnya yang merupakan Anggota DPRK Bireuen selama 3 periode ini, segera mengantarkan si kecil ke Gandapura Soccer, tempat pembinaan usia dini di Gandapura. Setelah itu ia diajak bergabung ke SSB Bijeh Mata dibawah asuhan Coach Darmawan di Peusangan. Kemudian, ia beralih pindah ke Muara Batu, untuk diasuh oleh Coach Samsul Bahri (Papi) dan Manager Zulfadhli (Adek) di SSB Putra Krueng Mane. Hal ini didukung pula ibunya, Salma yang seorang guru.
Ia terus berlatih keras dan berkembang. Pada Piala Danone 2015, ia dan kawan-kawan menjadi juara 3 Aceh membela SSB Bijeh Mata setelah mengalahkan SSB Mentari Nagan Raya 1-0 pada perebutan tempat ketiga di Stadion H Dimurthala Banda Aceh.
Pada 2019, Mufaddhal bersama SSB Academy Muara Batu, juga dibawah asuhan Papi, meraih juara 3 Piala Menpora U-16 di Banten.
Tahun selanjutnya Mufaddhal main bersama Persip Pasee di Liga 3 Aceh. Tahun 2022 ia mewakili Bireuen pada PORA XIV di Sigli. Bireuen meraih perunggu setelah mengalahkan Kota Lhokseumawe, ia mencetak 2 gol.
PON 2024 merupakan ajang penting untuk naik kelas. Didorong oleh keluarga besarnya, Mufaddhal kemudian mendaftar dan ikut seleksi sebagai calon pemain. Seleksi secara bertahap diikutinya sampai kemudian ia termasuk dalam 24 pemain yang ditetapkan jadi bagian Tim Aceh. Walaupun jelang PON ia sempat sakit, sehingga performa agak diragukan, namun ia selalu mendapatkan menit bermain dari Coach Rasiman. Ia memang minim gol, tapi pergerakannya pada setiap pertandingan, selalu merepotkan lawan. Ia dijaga ketat, sehingga teman-teman yang lain leluasa bergerak dan bisa mencetak gol.
Setelah ajang PON selesai Mufaddhal bermimpi dapat bermain di Liga 1, kalaupun tidak pada tahun ini, mungkin pada tahun depan. Intinya ia akan “terbang” tinggi sebagaimana ia sering terbang mencetak gol dengan sundulan kepala.
Albajili
Selain Mufaddhal, satu putra Gandapura lainnya adalah Albajili. Pemain dengan nomor punggung 2 kelahiran Lingka Kuta, 12 April 2005 ini adalah center bek andalan PON Aceh. Hampir setiap diturunkan ia selalu berjibaku dan tidak kenal kata menyerah, mengawal dengan serius lini pertahanan Aceh. Dengan tinggi badan diatas rata-rata pemain lainnya dan skill mumpuni, ia sangat susah dilewati. Usianya yang masih sangat muda, 19 tahun, Albajili berpotensi untuk terus berkembang.
Putra dari Abdul Fata ini sudah bermain sepakbola sejak usia sekolah dasar. Dukungan Abdul Fata untuk putra tercinta tidak diragukan, kemudian disupport juga oleh istrinya, Fauziah. Melihat bakat besar putranya, baik Abdul Fata maupun Fauziah sepakat mengantar Albajili ke SSB Putra Krueng Mane, satu almamater dengan Mufaddhal.
Hari-harinya dilalui dengan latihan sepakbola sambil belajar di sekolah formal sebagai pendidikan pokok. Pelatih SSB Putra Krueng Mane, Samsul Bahri terus mengasah bakat ini. Untuk menguji kualitas, ia bersama rekan-rekannya ikut berbagai ajang seperti Piala Menpora, Liga Santri, Piala Soeratin, Liga 3 bersama Kuala Nanggroe FC, serta POPDA Aceh bersama Tim Bireuen.
Meskipun usia tergolong sangat muda, ia memberanikan diri ikut seleksi calon pemain PON Aceh. Bersama puluhan pemain lainnya, ia bersaing ketat memperebutkan 24 formasi. Alhamdulillah berkat keras dan modal skill yang dimilikinya, akhirnya ia terpilih.
Tiga laga penting di penyisihan grup, Tim PON meraih poin sempurna, 9 poin dari 3 kemenangan. Ini merupakan kontribusi nyata Albajili dan kawan-kawan.
Tim sepakbola PON Aceh melaju hingga semifinal. Apa daya, perjuangan keras Albajili dkk terhenti saat kalah lawan Jawa Timur. Pada pertandingan terakhir, Aceh sukses merebut medali perunggu.
Peringkat ketiga yang diraih Aceh merupakan kontribusi semua anggota tim, termasuk official. Catatan di lapangan, kita harus menulis dalam sejarah sepakbola Aceh, dua anak muda Gandapura, Muhammad Mufaddhal dan Albajili termasuk yang memberi kontribusi untuk medali perunggu cabang sepakbola PON 2024.
Baik Mufaddhal maupun Albajili yang dihubungi via aplikasi WashApps, Kamis pagi (19/9/2024) menyebutkan cita-cita mereka dipanggil sebagai pemain Timnas Indonesia.
Melalui akun IG Coach Rasiman, kami sempat memberi komentar dan harapan agar anak asuhnya di PON ini bisa direkomendasikan ke klub-klub Liga 1 maupun Liga 2 di Pulau Jawa. Dan pernyataan “siap!” dari Coach Rasiman sangat positif.
Kami doakan agar cita-cita kalian meraih karier sepakbola lebih tinggi lagi, bisa tercapai. Siapa tahu, tahun depan nama kalian berdua masuk list Timnas Indonesia. Teruslah berlatih, anak muda.