- Oleh : Alif Alqausar*
KABARDAILY.COM | OPINI – Peringatan hari gizi nasional pada 25 Januari 2025 lalu membuka diskusi dan kritik tentang program makan Bergizi Gratis (MBG) pemerintahan Prabowo-Gibran. Program ini secara resmi dimulai pada 6 Januari 2025.
Memang masih terlalu dini untuk menilai kinerja pemerintah terkait program ini. Akan tetapi, publik berhak membuka diskursus sebagai pengawasan agar tujuan baik program ini untuk mengurangi angka stunting dan kekurangan gizi pada anak-anak di negara ini sesuai seperti yang diharapkan.
Menurut Badan Gizi Nasional, secara umum tujuan MBG adalah meningkatkan asupan gizi dan pengetahuan gizi pada kelompok sasaran penerima program. MBG menyasar 19,47 juta penerima, yang terdiri dari anak sekolah, anak balita, ibu menyusui, dan ibu hamil. Pemerintah melalui Badan Gizi Nasional (BGN) tahun ini menyiapkan anggaran Rp 71 triliun untuk MBG. Sementara harga per porsi MBG ditetapkan BGN sebesar Rp 10.000.
Secara khusus, dengan program MBG ini pemerintah menargetkan empat hal. Pertama, peningkatan akses makanan bergizi, pengetahuan gizi, dan pola makan sehat. Kedua, peningkatan prestasi, partisipasi kehadiran siswa, dan pengurangan anak putus sekolah. Ketiga, pemanfaatan bahan pangan lokal dan peningkatan kesejahteraan petani dan pelaku UMKM. Keempat adalah mengurangi kemiskinan.
Dalam rapat kabinet yang mengevaluasi 100 hari pemerintahannya, Presiden Prabowo menargetkan bahwa pada akhir tahun ini, semua anak akan menerima makanan bergizi gratis. Ia mengatakan program makanan gratis telah menjangkau 650.000 anak sejak diluncurkan pada 6 Januari. Pada bulan April, kata prabowo, program tersebut harus menjangkau 3 juta anak, kemudian 6 juta anak pada bulan Agustus dan 15 juta pada bulan September. Pada akhir tahun ini, semua 82,9 juta anak harus menerima makanan gratis.
Dalam menyiapkan program ambisius ini, tim sukses Prabowo-Gibran telah menyambangi sejumlah negara lain sebagai “kiblat”, demi mengeksekusi kebijakan makan siang gratis, program unggulannya semasa kampanye. Beberapa contoh yang dijadikan rujukan adalah Jepang yang merintis program serupa sejak 1899 dan efektif menerapkannya sejak 1970. Ada pula China yang mulai menerapkan program makan siang gratis pada 2011.
Pengalaman negara lain
Berkaca dari china, melalui program serupa yang dinamai Nutrition Improvement Program (NIP). Setelah satu dekade, program NIP berhasil memperbaiki asupan gizi anak sekolah. Namun, sebagai konsekuensinya, pemerintah China kelimpungan dengan tingginya beban anggaran yang mesti ditanggung serta kasus korupsi yang bermunculan.
Mengutip artikel “China’s 10-Year Campaign to Nourish Rural School Kids” di Caixin Global, 12 Juli 2021, program makan siang gratis di China bukannya tanpa tantangan. Pertama, kebutuhan beban anggaran terus membengkak. Selama periode 2011-2021, pemerintah China telah menghabiskan 147,2 miliar yuan (setara Rp 323,3 triliun) untuk menyediakan makan siang gratis di 1.762 kabupaten, 29 provinsi, dan 40 juta siswa di pedesaan.
Inflasi pangan membuat harga makanan pokok naik signifikan selama 2011-2021 hingga pemerintah kelimpungan. Karena keterbatasan ruang fiskal, alokasi anggaran yang ditetapkan pemerintah tetap sama, yakni 4 yuan (setara Rp 6.580) per orang per porsi. Hal itu membuat sejumlah menu seperti daging dikurangi dari porsi sehingga mengurangi asupan gizi anak.
Tidak hanya itu, sekolah juga harus menanggung beban biaya yang tinggi untuk menjaga dapur kantin tetap hidup. Pemerintah daerah sempat merogoh kas untuk membayar tagihan listrik, air, dan gaji pekerja kantin sekolah, Namun, karena lama-lama tidak sanggup, subsidi itu hanya bertahan selama empat tahun pertama.
Kedua, proyek makan siang gratis justru membuka celah korupsi. Pada tahun 2012, lima petinggi sekolah di Fenghuang, Provinsi Hunan, dipecat setelah ketahuan mencuri dari anggaran makan siang gratis. Anak-anak yang semestinya mendapat paket lengkap sayur, daging, susu, dan nasi, hanya diberi sekotak susu 200 ml dan roti 20 gram.
Belajar dari pengalaman china, tanpa perencanaan dan pengelolaan yang tepat, program ini akan berisiko menjadi bumerang yang menciptakan ladang baru untuk korupsi. Untuk itu, komitmen pemerintah untuk mengawal program MBG ini sangat diperlukan. Pemerintah yang bertanggung jawab atas program ini harus membuktikan bahwa ini lebih dari sekadar janji kampanye belaka. Pemeriksaan rutin dan menyeluruh terhadap seluruh proses, dari pengadaan bahan hingga pendistribusian makanan, sangat penting.
Keamanan makanan
Keamanan pangan merupakan faktor penting yang perlu diperhatikan, mengingat besarnya program tersebut. Satu kasus keracunan makanan dapat merusak seluruh agenda. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) harus proaktif dalam memastikan keamanan makanan tersebut.
Pemeriksaan rutin dan menyeluruh terhadap seluruh proses, mulai dari pengadaan bahan hingga distribusi makanan, sangat penting. Selama beberapa tahun terakhir, negara ini telah menyaksikan kasus keracunan makanan yang menimpa anak-anak sekolah.
Terkait hal itu, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sepakat untuk bekerja sama dalam rangka memastikan keamanan program makanan bergizi gratis andalan Presiden Prabowo Subianto.
Kerja sama yang didahului dengan penandatanganan nota kesepahaman (MoU) oleh Kepala BPOM Taruna Ikrar dan Kepala BGN Dadan Hindayana pada 23 Januari lalu itu akan meliputi pengawasan produksi pangan dan kualitas sumber daya manusia yang terlibat dalam pelaksanaan program tersebut.
Kemitraan ini dilakukan sebagai respons atas beberapa kasus keracunan pangan yang dilaporkan terkait dengan program makanan gratis tersebut, yang telah memicu kekhawatiran publik dan seruan untuk pengawasan keamanan pangan yang lebih ketat.
BPOM mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa pengawasan sangat penting untuk menjaga kualitas makanan, karena program ini ditujukan untuk mengatasi kekurangan gizi dan stunting yang memengaruhi 21,5 persen anak di seluruh negeri. Selain itu, karena proses produksi dan distribusi melibatkan banyak pihak dan memerlukan koordinasi yang cermat, pelatihan bagi staf yang terlibat juga dianggap penting.
Ahli gizi Tan Shot Yen menekankan pentingnya penerapan Hazard Analysis Critical Control Points (HACCP) untuk menstandardisasi kualitas makanan. Prosesnya dimulai dengan memilih bahan-bahan yang segar dan aman, diikuti dengan penyimpanan yang tepat untuk menjaga kualitas. Penyiapan dan pengemasan makanan juga penting, untuk memastikan risiko kontaminasi dari bahan-bahan lain atau kemasan plastik dapat dihindari.
Petugas distribusi harus memastikan makanan benar-benar matang dan dikonsumsi dalam waktu dua jam setelah persiapan. Membiarkan makanan terlalu lama dapat mengakibatkan penurunan suhu, yang dapat menyebabkan pembusukan.
Pemeriksaan rutin dan menyeluruh terhadap seluruh proses, mulai dari pengadaan bahan hingga distribusi makanan, sangat penting. Selama beberapa tahun terakhir, negara ini telah menyaksikan kasus keracunan makanan yang menimpa anak-anak sekolah. Tanpa perencanaan dan pengelolaan yang tepat, niat mulia program makanan, tidak mencapai melemahkan tujuan muliany untuk meningkatkan asupan gizi generasi penerus bangsa.
Dari paparan di atas ada dampak yang kompleks, baik dampak positif maupun negatif dari program ini. Oleh karena itu, penting sekali untuk memperhatikan konsekuensi-konsekuensi tersebut untuk meminimalkan efek negatif yang mungkin akan ditimbulkan di masa depan. Tanpa perencanaan dan pengelolaan yang tepat, niat mulia program makanan, tidak mencapai melemahkan tujuan muliany untuk meningkatkan asupan gizi generasi penerus bangsa.
*) Penulis adalah mahasiswa komunikasi penyiaran Islam pada Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Ar-Raniry Banda Aceh