Ketika Suara Hilang, Visual Berbicara: Upaya Mitigasi Bencana untuk Komunitas Tunarungu di Aceh

KABARDAILY.COM   |   Dalam sebuah penelitian inovatif, Asrinaldi dan Mustafa dari Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Aceh mengupas tantangan besar dalam menyampaikan pesan mitigasi bencana kepada siswa tunarungu di Sekolah Luar Biasa (SLB) Kecamatan Kuta Alam, Banda Aceh.

Di tengah ancaman gempa dan tsunami yang mengintai wilayah Aceh, mereka mengungkapkan bahwa media komunikasi visual yang ada masih jauh dari kata inklusif bagi kelompok disabilitas pendengaran.

Penelitian ini menunjukkan fakta mencengangkan: meski 83% responden merasa pesan visual seperti poster dan banner cukup mudah dipahami, hanya 17% yang benar-benar percaya bahwa media tersebut efektif dalam mempersiapkan mereka menghadapi bencana. Bahkan, teknologi canggih seperti Virtual Reality (VR) yang digunakan untuk simulasi bencana gagal memicu respons refleks yang sesuai, seperti berlindung atau berlari ke tempat aman.

“Siswa tunarungu sangat bergantung pada visual, tetapi media yang ada sering kali tidak dirancang dengan mempertimbangkan kebutuhan khusus mereka,” ujar Asrinaldi.

Kendala utama terletak pada banyak, dan sangat beragamnya informasi yang sulit diterjemahkan ke dalam bahasa isyarat serta kurangnya visualisasi yang inklusif.

Penelitian ini memberikan rekomendasi kepada pihak terkait, yang salah satunya menekankan penggunaan desain visual yang lebih sederhana untuk masyarakat tunarungu. Informasi yang disajikan di dalam satu media, diharapkan hanya terdiri dari satu atau dua informasi ringkas saja.

Sehingga masyarakat tunarungu akan lebih mudah memahami apa yang disampaikan secara step by step. Selanjutnya, ke depan diharapkan ada pengembangan teknologi interaktif yang mampu menjembatani kebutuhan masyarakat tunarungu, mengingat perkembangan teknologi yang sangat pesat dan menawarkan kemudahan tertentu.

Ilustrasi dan gambar yang ada pada media visual menjadi elemen paling efektif dalam membantu pemahaman mereka, namun inovasi seperti penerjemahan bahasa isyarat ke dalam media visual tetap diperlukan untuk menjembatani kesenjangan komunikasi. Tentunya, ini menjadi sebuah tantangan besar bagi kita bersama.

Studi ini adalah pengingat pentingnya inklusivitas dalam strategi mitigasi bencana. Dalam upaya melindungi seluruh masyarakat dari bahaya, suara yang hilang harus diganti dengan visual yang berbicara lantang.

Penelitian Asrinaldi dan Mustafa bukan hanya mengungkap kesenjangan, tetapi juga menawarkan jalan keluar untuk memastikan bahwa setiap individu, termasuk siswa tunarungu, memiliki hak yang sama untuk memahami dan bertindak dalam menghadapi potensi bencana.