Hangat dan Penuh Inspirasi, LK Ara Berbagi “Api” Puisi di Café Purnama

  • Oleh: Mukhlis Aminullah (Pegiat Literasi)

​KABARDAILY.COM – Suasana di Café Purnama, Geulanggang Baro, Bireuen, terasa berbeda pada Minggu sore (12/10/2025). Aroma kopi yang menguar ditambah dengan manisnya juice alpukat berpadu dengan keakraban para pegiat literasi yang duduk melingkar, menantikan kehadiran seorang maestro sastra nasional—LK Ara, penyair asal Aceh yang telah mendedikasikan hidupnya pada kata dan makna.

​Diskusi sastra ringan yang digagas oleh beberapa pegiat literasi Bireuen ini berlangsung cair dan tanpa jarak. LK Ara, yang telah menulis ribuan puisi, duduk di antara para peserta. Ia membuka sesi dengan cara yang unik: meminta setiap peserta membacakan puisi karyanya dari buku antologi “Bireuen Kota Juang” dan “Syair Tsunami”.

​Setelah beberapa puisi mengalun, percakapan pun dimulai dari kisah perjalanan panjangnya di dunia kepenyairan.

​“Menulis puisi itu bukan soal bakat semata, tapi soal kebiasaan dan kejujuran hati,” ujar LK Ara, membuka cakrawala berpikir para peserta.

​Ia kemudian berbagi rahasia proses kreatifnya. Menurutnya, puisi yang baik lahir dari kepekaan terhadap sekitar.

“Lihatlah dua pena itu,” katanya menunjuk dua pena yang dipegang salah seorang peserta.

“Jangan hanya melihatnya sebagai dua pena berwarna hijau dan merah. Lihat bagaimana pena tersebut menghasilkan puluhan tulisan, bahkan ratusan. Gunakan seluruh panca inderamu untuk membayangkan apa yang akan dihasilkan oleh pena itu. Tulislah.”

​Tips sederhana namun mendalam itu disambut anggukan para peserta.

​“Kalau ingin konsisten, jangan menunggu waktu luang. Justru, sisihkan waktu khusus untuk menulis. Tulislah meski hanya satu puisi sehari,” tambahnya dengan nada lembut namun penuh penekanan.

​LK Ara juga mengapresiasi geliat literasi di Kota Juang.

“Semangat literasi harus terus ditumbuhkan. Bireuen terkenal sebagai kota perjuangan, dan perjuangan zaman sekarang haruslah dengan literasi,” sebut legenda hidup sastra Indonesia ini.

​Antusiasme peserta terlihat jelas. Beberapa sibuk mencatat, sementara yang lain tak ragu bertanya jawab seputar proses kreatif dan cara mengatasi kebuntuan ide. Sebagai bukti nyata, LK Ara mengajak peserta ke halaman hotel dan menantang mereka menulis puisi tentang sebatang pohon di sana. Lima belas menit kemudian, puisi-puisi spontan itu dibacakan langsung di hadapannya.

​Di penghujung acara, Syarifah Faridah, Pembina Komunitas Baca Bireuen, menyampaikan apresiasinya.

“Pertemuan ini luar biasa dan penuh manfaat. Teman-teman jadi lebih termotivasi untuk menulis dan membaca puisi dengan sungguh-sungguh,” ujarnya. Ia berharap ada kesempatan lebih lanjut bisa berdiskusi lagi dengan LK Ara.

​Momen itu ditutup dengan pembacaan puisi spontan dari Anwar Fuadi, seorang penulis lokal, yang secara khusus ia ciptakan untuk sosok LK Ara di tempat itu.

​Senja boleh saja turun di langit Geulanggang Baro, namun semangat di hati para peserta justru baru saja menyala—sebuah bara kecil dari Api Sastra yang ditularkan sang maestro.