- Oleh Hermansyah, Guru Bahasa Indonesia SMKN 1 Jeunieb
KABARDAILY.COM – Di tengah deru kendaraan yang melintas di sepanjang jalan Banda Aceh – Medan, tepat di depan Indomaret Kecamatan Jeunieb, berdiri sebuah dapur mungil Buat stainless. Dari luar, dapur itu terlihat sederhana, namun tersimpan cerita perjuangan dan harapan seorang perempuan tangguh bernama Bu Azizah. Di sanalah lahir jajanan yang belakangan menjadi favorit masyarakat, yakni Sempol ala Bu Azizah.
Dapur kecil tersebut dirancang khusus untuk usaha. Meski hanya berukuran sekitar satu meter persegi, di dalamnya tersusun rapi tabung gas elpiji 5 kg, sebuah kompor gas yang selalu menyala ketika sore menjelang, serta wadah khusus untuk menyimpan sempol sebelum digoreng. Tidak lupa, ada juga tempat untuk meniriskan sempol yang baru diangkat dari wajan, mengeluarkan aroma gurih yang menggoda siapa saja yang melintas.
Awal Merintis Usaha
Usaha jajanan sempol ini baru berumur sekitar tiga bulan. Meski terhitung singkat, semangat Bu Azizah tidak main-main. Ia berani menyewa tempat dengan biaya Rp400 ribu per bulan demi memastikan usahanya punya posisi strategis. “Kalau jualan di rumah, mungkin tidak terlalu ramai pembeli. Makanya saya pilih tempat ini karena jalan raya ramai dilalui orang,” ujar Bu Azizah
Untuk menjalankan usahanya, ia tidak sendiri. Bu Azizah memberdayakan seorang karyawan yang merupakan alumni SMKN 1 Jeunieb. Dengan gaji bulanan yang ia sisihkan dari hasil penjualan, Bu Azizah berharap usahanya bisa memberi manfaat, tidak hanya untuk keluarganya, tapi juga orang lain.
“Alhamdulillah, walau usaha ini masih kecil, ada rezeki yang bisa saya bagi. Setidaknya, saya bisa membuka lapangan kerja meski hanya untuk satu orang,” ucapnya dengan wajah berseri.
Harga Merakyat, Rasa Menggoda
Rahasia keberhasilan usaha ini terletak pada rasa sempol yang ditawarkan. Ada dua varian yang dijual, yakni sempol tahu dan sempol ayam. Keduanya sama-sama gurih, renyah di luar namun lembut di dalam. Disajikan dengan tusuk kayu, jajanan ini langsung bisa disantap setelah dicelupkan ke saus pedas atau kecap manis.
Dengan harga yang sangat ramah di kantong, yakni Rp1.000 per tusuk, sempol Bu Azizah laris manis. Setiap sore hingga malam, dagangannya diserbu anak-anak sekolah, remaja, hingga ibu-ibu rumah tangga yang sekadar membeli untuk camilan keluarga.
“Kadang habis sebelum jam 10.00 malam. Kalau hari libur atau ada acara di sekitar sini, sempol bisa lebih cepat laku,” kata khaira karyawan yang setia membantu menggoreng dan melayani pembeli.
Omzet yang Menjanjikan
Meski dijual murah, omzet dari sempol ini terbilang cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Dengan penjualan ratusan tusuk setiap hari, pendapatan yang terkumpul tidak hanya bisa digunakan untuk belanja dapur, tetapi juga untuk membayar sewa tempat dan gaji karyawan.“Alhamdulillah, walau sederhana, hasilnya lumayan. Rezeki memang tidak boleh dihitung-hitung. Kalau kita ikhlas dan rajin, insya Allah ada jalan,” tutur Bu Azizah sambil tersenyum.
Ia juga mengaku, usaha ini menjadi penyemangat baru dalam hidupnya. Bukan hanya tentang keuntungan, tetapi juga tentang kepuasan melihat orang-orang menikmati hasil karyanya. “Kalau ada pembeli yang bilang enak dan ketagihan, rasanya lelah langsung hilang,” tambahnya.
Harapan untuk Berkembang
Ke depan, Bu Azizah memiliki harapan besar agar usahanya semakin berkembang. Ia ingin menambah variasi men. Selain itu, ia juga bermimpi bisa membuka cabang di beberapa titik lain di Jeunieb. “Kalau ada rezeki lebih, saya ingin coba sediakan minuman segar untuk melengkapi jajanan ini. Biar orang yang singgah bisa makan sempol sambil minum, jadi lebih lengkap,” ungkapnya.
Ia juga berharap dukungan dari masyarakat sekitar agar usaha kecil ini tetap bisa bertahan. “Bagi masyarakat Jeunieb, saya ucapkan terima kasih karena sudah mau datang, membeli, dan mencicipi meski dalam jumlah kecil. Semoga ke depan semakin banyak orang yang singgah. Bagi saudara-saudara di luar Jeunieb, kalau lewat jalan ini, mampirlah sebentar. InsyaAllah tidak menyesal,” katanya penuh harap
Sempol dan Kehangatan Sosial
Lebih dari sekadar jajanan, usaha sempol ala Bu Azizah menjadi simbol kegigihan usaha kecil menengah (UKM) di daerah. Di balik setiap tusuk sempol, ada cerita perjuangan, keberanian mengambil risiko, dan semangat untuk bangkit.
Masyarakat yang membeli sempol tidak hanya membawa pulang makanan ringan, tetapi juga ikut membantu roda perekonomian lokal. Setiap pembelian, sekecil apa pun, menjadi bagian dari keberlangsungan usaha kecil seperti milik Bu Azizah.“Kadang ada anak kecil yang hanya punya uang seribu rupiah. Mereka beli satu tusuk saja, tapi itu sudah sangat berarti. Karena setiap pembeli adalah rezeki yang tidak boleh diremehkan,” kata Bu Azizah dengan mata berkaca-kaca.
Penutup
Dari sebuah dapur mungil berbahan stainless di tepi jalan, lahir sebuah kisah inspiratif tentang usaha kecil yang penuh harapan. Sempol ala Bu Azizah bukan sekadar camilan, tetapi juga representasi kegigihan seorang perempuan yang berjuang demi keluarganya, sekaligus memberi manfaat bagi orang lain. Di tengah gempuran makanan cepat saji modern, sempol sederhana ini justru mengingatkan kita bahwa cita rasa lokal, harga terjangkau, dan ketulusan hati adalah kombinasi yang membuat sebuah usaha tetap dicintai.
Bagi Anda yang melintasi jalan Banda Aceh – Medan, jangan lupa singgah di Kecamatan Jeunieb. Cicipi sempol ala Bu Azizah, dan rasakan sendiri gurihnya perjuangan yang dibalut dalam setiap tusuk camilan hangat ini.