Zubaidah Raih Doktor ke 221 UIN Ar-Raniry
Banda Aceh,kabardaily.com — Dosen Program Studi Ilmu Perpustakaan Fakultas Adab dan Humaniora UIN Ar-Raniry Banda Aceh, Zubaidah resmi menyandang gelar doktor bidang Pendidikan Agama Islam setelah mengikuti sidang promosi doktor di Aula Lantai III, Gedung Pascasarjana kampus tersebut, Selasa (15/11/2022).
Zubaidah berhasil meraih doktor ke 221 Pascasarjana UIN Ar-Raniry Banda Aceh setelah menyelesaikan ujian promosi doktor dengan mempresentasikan disertasi yang berjudul “Evaluasi Penilaian Afektif pada Mata Pelajaran Akidah Akhlak di Madrasah Aliah dengan Model Context,Input, Process dan Product (Analisis KDJPI Nomor 3751 Tahun 2018”.
Sidang promosi doktor tersebut dipimpin oleh ketua sidang Prof Dr T Zulfikar MEd dan Dr Silahuddin MAg sebagai sekretaris. Turut hadir sebagai penguji internal masing-masing , Dr Phil Saiful Akmal MA, Dr M Duskri MKes, Dr Salami Mahmud MA dan Prof Dr Yusrizal MPd sebagai penguji eksternal. Untuk promotor pertama Prof Dr M Hasbi Amiruddin MA, dan promotor kedua Dr Phil Abdul Manan MSc MA.
Dalam disertasinya, Magister Administrasi Pendidikan Internasional Islamic University Malaysia (IIUM) ini menjelaskan bahwa penelitian ini mengkaji kesesuaian dan ketidaksesuaian implementasi KDJPI Nomor 3751 tahun 2018 dalam penilaian afektif pada mata pelajaran Akidah Akhlak yang di evaluasi dengan model penilaian Model Context, Input, Process dan Product (CIPP) dan kendala yang dihadapi oleh pendidik Akidah-Akhlak MAN 3 Kota Banda Aceh dalam menerapkan sistem penilaian afektif merujuk kepada KDJPI Nomor 3751 tahun 2018.
Berdasarkan hasil penelitian, kata Zubaidah yang juga sebagai Anggota Senat UIN Ar-Raniry Banda Aceh ditemukan bahwa dari tujuan penilaian afektif, walaupun terdapat sedikit perbedaan konsep prinsip dan lingkup penilaian afektif, namun terdapat kesesuaian antara pedoman dengan perangkat pembelajaran dan pelatihan yang para pendidik ikuti.
Sementara pada instrumen penilaian afektif, terdapat ketidaksesuaian dari penyeragaman pelabelan nilai afektif peserta didik dan absennya deskripsi sikap mereka untuk memvalidasi simpulan umum yang muncul oleh para pendidik. Namun pada sisi lain, terdapat hal positif dari penggalian sikap peserta didik dari soal-soal ujian yang diberikan.
“Kemudian, dari aktivitasnya, terdapat ketidaksesuaian antara pedoman dengan implementasi penilaian sikap, terutama dalam hal pelaksanaan penilaian diri dan antar teman peserta didik,”kata Zubaidah salah satu peserta Short Course on School Librarianship di Mc Gill University, Canada.
Lebih lanjut, Zubaidah mengungkapkan pada hasil penilaian afektif, peran wali kelas dominan dalam menentukan pengolahan hasil tersebut, dimulai dari rekapitulasi, remedial, hingga kenaikan kelas. Pada hal lainnya, temuan tersebut ada yang bertolak belakang dari hasil kuesioner yang dibagikan.
“Kendala yang dihadapi para pendidik dalam melaksanakan penilaian afektif adalah masih tidak adanya pemahaman konsep penilaian afektif sesuai dengan pedoman dan pelatihan yang diarahkan,”kata Ketua Prodi Ilmu Perpustakaan periode 2016-2018 ini.
Menurutnya, hal tersebut berimbas pada adanya non-aktualisasi penilaian afektif atau aktualisasi yang tidak sesuai dengan yang diharapkan. Lebih lanjut, peran beberapa pendidik pengampu mata pelajaran menjadi besar karena mereka diharapkan menjadi agen utama dalam penerapan penilaian afektif. Dalam kasus ini, pendidik pengampu mata pelajaran seperti Akidah-Akhlak dan PPKn, atau Pendidikan Agama di sekolah non-madrasah, mendapat beban lebih berat dibandingkan pengampu mata pelajaran lainnya, mengingat materi pembelajarannya sangat erat dengan luaran penilaian sikap.
“Dalam implimentasi penilaian Afektif selama ini terdapat ketidakbakuan pelabelan sikap peserta didik, dan ditambah deskripsi sikap yang juga tidak seragam karena tidak adanya rubrik khusus untuk informasi-informasi relevan yang didapatkan, baik dari peserta didik itu sendiri, temannya, atau orang tuanya,”ujarya.
Di samping itu, kendala lainnya adalah kurang konsistennya para pendidik dalam melakukan penilaian diri dan antar teman peserta didik, walaupun telah ada pedomannya dan telah mereka sertakan di dalam perangkat pembelajaran mereka.
“Terakhir, terlepas dari kondisi pandemi atau tidak, kolaborasi antara pendidik dan orang tua peserta didik dalam proses menentukan hasil penilaian afektif menjadi keniscayaan. Hal ini penting mengingat belum tersedianya rubrik atau format khusus untuk penilaian afektif anak mereka,”katanya mantan Wakil Dekan II Fakultas Adab dan Humaniora UIN Ar-Raniry Banda Aceh ini. []