Aceh Besar,kabardaily.com – Penjabat Bupati Aceh Besar Muhammad Iswanto, S.STP, M.M yang diwakili Asisten Perekonomian dan Pembangunan Sekdakab Aceh Besar, M Ali SSos MSi membuka pertemuan membahas strategi dan perencanaan P2 AIDS-Tuberkulosis-Malaria (ATM) pada APBD 2024 di Kabupaten Aceh Besar di Aula Lantai III Kantor Bupati Aceh Besar, Selasa (13/6/2023).
Hadir dalam kesempatan itu, Kepala Bappeda Aceh Besar Rahmawati SPd, pejabat Dinkes Aceh Besar, para Kepala Puskesmas, dan pejabat terkait lainnya.
Dalam sambutannya, M Ali mengharapkan dengan adanya pertemuan perencanaan dan penganggaran P2 Aids-Tuberkulosis-Malaria (ATM) Kabupaten Aceh Besar pada tahun 2024 untuk lebih fokus pada penanganan dan pengendalian ketiga penyakit menular tersebut.
“Kita berharap, sesuai dengan target nasional, tahun 2030 penyakit menular itu dapat dieliminasi di Kabupaten Aceh Besar,” katanya.
Lebih lanjut, M Ali mengemukakan, saat ini Indonesia mengalami peningkatan kasus infeksi HIV baru dengan estimasi 630.000 orang dengan HIV/AIDS (ODHA). Selama ini, katanya, telah dilakukan perluasan akses pelayanan HIV dan pengobatan ARV pada ODHA untuk memperpanjang hidup dan membatasi penularan selanjutnya.
Menurutnya, untuk mencegah meningkatnya prevalensi HIV, maka pendekatan yang harus dilakukan di antaranya edukasi kepada kelompok risiko terkait pencegahan (seks aman, penggunaan jarum suntik aman pada penasun), penyediaan sarana test HIV di Fasilitas Pelayanan Kesehatan), peningkatan penemuan kasus pada kelompok risiko tinggi (pekerja seksual, penasun, dan waria), dan pencegahan penularan HIV dari ibu kepada bayi. Salah satu upaya yang dilakukan adalah skrining HIV pada semua ibu hamil saat kontak pertama kali dengan tenaga kesehatan.
Pada bagian lain, M Ali SSos MSi menerangkan, Indonesia juga telah diklasifikasikan sebagai daerah bebas malaria. Kendala dari eliminasi malaria adalah status sosial ekonomi yang rendah, karakteristik geografis (daerah yang sulit dijangkau, hutan, pertambangan, dan area penebangan), SDM yang kurang terlatih, dan kekurangan alat rapid rest (RDT).
“Untuk peningkatan percepatan eliminasi malaria, maka perlu peningkatan pendekatan Edat (Early Diagnosis And Treatment). Dengan melakukan peningkatan kapasitas SDM, pembentukan kader malaria gampong untuk deteksi kasus, penyediaan RDT dan obat, serta peningkatan surveilans,” ujarnya.
Terkait penanggulangan TBC, ungkapnya, ada beberapa strategi yang akan dilakukan. Seperti meningkatkan cakupan deteksi kasus kelompok risiko (individu kontak dengan penderita, pasien diabetes, perokok, dan hunian padat), meningkatkan cakupan penemuan kasus dan pengobatan pada MDR TB, memperkuat sistem informasi TB Terpadu (SITT) dengan mensinergikan Puskesmas, rumah sakit pemerintah dan swasta, klinik, dan dokter praktik mandiri. “Hal ini diperlukan tata kelola yang kuat oleh Dinas Kesehatan,” ungkapnya.(**)